Rabu, 26 Desember 2012

Tugas Sistem Pakar Psikologi







A.    Definisi :
Body Dysmorphic Disorder (BDD) awalnya dikategorikan sebagai dysmorphophobia. Istilah tersebut untuk pertama kalinya dimunculkan oleh seorang doktor Italia yang bernama Morselli pada tahun 1886. Dysmorphophobia berasal dari bahasa Yunani, “dysmorph” yang berarti misshapen dalam bahasa Inggris. Kemudian namanya diresmikan oleh American Psychiatric Classification menjadi Body Dysmorphic Disorder (BDD). Sebenarnya, sejak Freud praktek sudah disinyalir mengenai gejala ini yang oleh Freud sendiri dinamakan sebagai ‘wolf man’. Karena gejala Body Dysmorphic Disorder (BDD) tersebut terjadi pada seorang pria bernama Sergei Pankejeff yang mempunyai masalah dengan kecemasan terhadap bentuk hidungnya.
Secara sederhana, seorang yang terkena gangguan Body Dysmorphic Disorder (BDD) selalu mencemaskan penampilan karena merasa memiliki kekurangan pada tubuhnya (body image yang negatif). Body image adalah suatu pandangan internal seseorang mengenai penampilannya. “Body image is an internal view of one’s own appearance” (Thompson, 2002). Body image juga mengandung arti sebagai persepsi dan penilaian tubuh, fungsi fisik, dan penampilan seseorang terhadap dirinya sendiri (Taylor, 2003:525). Menurut Roberta Honigman & David J. Castle, body image adalah gambaran mental seseorang terhadap bentuk dan ukuran tubuhnya; bagaimana seseorang mempersepsi dan memberikan penilaian atas apa yang dia pikirkan dan rasakan terhadap ukuran dan bentuk tubuhnya, dan atas bagaimana ‘kira-kira penilaian orang lain terhadap dirinya. Sebenarnya, apa yang dia pikirkan dan rasakan, belum tentu benar-benar merepresentasikan keadaan yang aktual, namun lebih merupakan hasil penilaian diri yang subyektif. Body Dysmorphic Disorder adalah suatu kondisi yang ditandai oleh preokupasi yang berlebihan dari defek minor atau imajinasi pada bentuk wajah maupun bagian tubuh tertentu. Gangguan tersebut dapat menyebabkan penurunan fungsi sosial, pekerjaan dan pendidikan individu.  Body Dysmorphic Disorder  dikarakteristikan oleh derajat kekhawatiran dan perhatian yang tidak  biasa tentang bagian spesifik dari wajah atau tubuh (Kirchner , 2008).

B.     Penyebabnya
Mekanisme penyebab dari Body Dysmorphic Disorder  masih sedikit yang diketahui dan sampai saat ini, belum ada penelitian yang memastikan penyebab Body Dysmorphic Disorder (BDD) dengan jelas. Riwayat dilecehkan tubuhnya pada masa kanak-kanak, tidak dicintai orang tua, dan mempunyai penyakit yang mempengaruhi penampilan, jerawat misalnya, bisa dikategorikan menjadi penyebab gejala Body Dysmorphic Disorder (BDD). Jika diklasifikasikan, ada dua aspek yang masih menjadi dugaan penyebab Body Dysmorphic Disorder (BDD). Pertama, adanya ketidakseimbangan cairan kimia (hormon serotonin) di dalam otak, yang berpengaruh terhadap kapasitas obsesi. Kedua, kemungkinan faktor-faktor sifat, psikologis, maupun budaya.. Terdapat bukti yang menyebutkan terdapat hubungan dengan keluarga yang tinggal satu rumah dan hubungan genetik dari penderita yang Obsessif-Compulsive Disorder .

C.    Gejala Body Dysmorphic Disorder (BDD)
Bentuk-bentuk perilaku yang mengindikasikan Body Dysmorphic Disorder (BDD) (menurut Watkins, 2006; Thompson, 2002; Wikipedia, 2006; Weinshenker, 2001; dan David Veale) adalah sebagai berikut.
1.      Secara berkala mengamati bentuk penampilan lebih dari satu jam per hari atau menghindari sesuatu yang dapat memperlihatkan penampilan, seperti melalui cermin atau kamera.
2.      Mengukur atau menyentuh kekurangan yang dirasakannya secara berulang-ulang.
3.      Meminta pendapat yang dapat mengukuhkan penampilan setiap saat.
4.      Mengkamuflasekan kekurangan fisik yang dirasakannya.
5.      Menghindari situasi dan hubungan sosial.
6.      Mempunyai sikap obsesi terhadap selebritis atau model yang mempengaruhi idealitas penampilan fisiknya.
7.      Berpikir untuk melakukan operasi plastik.
8.      Selalu tidak puas dengan diagnosis dermatologist atau ahli bedah plastik.
9.      Mengubah-ubah gaya dan model rambut untuk menutupi kekurangan yang dirasakannya.
10.  Mengubah warna kulit yang diharapkan memberi kepuasan pada penampilan.
11.  Berdiet secara ketat dengan kepuasan tanpa akhir.
Weinshenker (2001) menyatakan bahwa kecemasan, rasa malu dan juga depresi acap kali merupakan konsekuensi dari gangguan ini.


D.    Pencegahannya
Tidak diketahui secara pasti apakah Body Dysmorphic Disorder dapat dicegah (pencegahan primer). Pengembangan diri tentang citra diri terhadap tubuh/ fisiknya merupakan salah satu pencegahan primer yang dapat dilakukan. Terapi awal dan diagnosis dini (pencegahan sekunder) diperlukan sesegera mungkin setelah onset untuk mencegah perburukan gejala.
E.           Penyembuhannya
1.              Psikoterapi: merupakan konseling pribadi yang bertujuan untuk mengubah pola pikir (terapi kognitif) pasien dan tingkah laku (terapi tingkah laku) penderita Body Dysmorphic Disorder . Tujuannya adalah untuk mengoreksi anggapan yang salah mengenai ketidaksempurnaan fisik dan mengurangitindakan kompulsif.
2.              Obat-obatan: pemberian antidepresan seperti SSRI menunjukkan perbaikan gejala bagi pasien Body Dysmorphic Disorder.
3.              Dukungan keluarga dan orang-orang di lingkungan sekitar. Dukungan keluarga ditunjukkan dengan menemani pasien di masa-masa sulit, menyemangati serta turut mengerti dan memahami gejala dan tanda dari Body Dysmorphic Disorder (Cleveland Clinic, 2009)